SAMARINDA–Pertumbuhan ekonomi Kaltim diyakini tidak akan terpengaruh resesi yang melanda beberapa negara di Asia. Salah satunya, Singapura. Untuk diketahui, pada kuartal I 2020, pertumbuhan ekonomi Negeri Singa tersebut tercatat minus 0,7 persen. Lalu, anjlok 41,2 persen pada kuartal II. Bahkan secara tahunan, ekonomi Singapura diprediksi terkontraksi 12 persen.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kaltim Dayang Donna Faroek mengatakan, sejak triwulan pertama tahun ini pertumbuhan ekonomi Singapura memang sudah minus. Semakin merebaknya Covid-19 ke berbagai negara membuat ekonominya semakin anjlok. Karena banyak kegiatan perdagangan internasional di Singapura yang terganggu akibat Covid-19.
“Kita berharap itu tidak berimbas di Kaltim. Sebab seiring kebijakan new normal di Indonesia banyak tempat usaha di Kaltim sudah mulai beroperasi, sehingga ekonomi mulai berjalan,” katanya, Jumat (24/7).
Donna menjelaskan, mulai berjalannya kegiatan bisnis berhasil meningkatkan daya beli masyarakat. Dia meyakini perekonomian di semester dua juga bisa tumbuh lebih tinggi. Diharapkan pula para pelaku usaha berusaha tidak melakukan pengurangan karyawan, yang terpenting bisa bertahan dalam bisnis.
“Kami optimistis new normal yang menjadi kebijakan saat ini bisa menggerakkan ekonomi. Kuncinya para pelaku usaha harus bisa beradaptasi dengan situasi Covid-19. Kita berharap di Kaltim tidak terjadi kemunduran ekonomi, kita tetap harus optimistis ekonomi bisa berjalan lebih baik,” harap Donna.
Ditemui terpisah, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw-BI) Kaltim Tutuk Sh Cahyono mengatakan, ekonomi Kaltim memang didominasi ekspor. Namun, perdagangan Kaltim kebanyakan berhubungan dengan Tiongkok dan India. Pada ekspor batu bara, negara tujuannya didominasi ke Tiongkok dengan kontribusi 30,63 persen dan ke India 28,17 persen.
Sedangkan ekspor crude palm oil (CPO) kebanyakan juga diekspor ke Tiongkok dengan kontribusi mencapai 47,74 persen dan India 11,37 persen. “Perdagangan Kaltim banyak berhubungan Tiongkok dan India. Kedua negara ini diperkirakan akan tumbuh positif tapi tipis atau relatif rendah. Sehingga ekonomi Kaltim sangat bergantung pada permintaan kedua negara ini,” jelasnya.
Resesi di Negeri Singa itu karena ekonominya sangat bergantung pada perdagangan internasional. Di saat merebaknya Covid-19 yang melanda banyak negara, perdagangan pun ikut terhenti sehingga hal itu berdampak besar bagi perekonomian. Sehingga wajar jika perekonomian Singapura terkontraksi.
“Namun karena perdagangan kita tidak didominasi ke Singapura maka tidak akan berdampak signifikan terhadap ekonomi Kaltim,” tuturnya. BI menilai, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2020 akan membaik dibandingkan kuartal sebelumnya. Proyeksi itu berdasarkan indikator ekonomi jangka pendek yang mulai menunjukkan perbaikan pada Juni 2020.
"Itu ditunjukkan menggeliatnya permintaan kredit UMKM dan membaiknya data-data pajak korporasi untuk beberapa sektor tertentu," ujar Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Juda Agung seperti dikutip CNNIndonesia.com.
Pernyataan Juda terkonfirmasi oleh data penerimaan pajak sektoral Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Pada Juni lalu, penerimaan pajak sebagian besar industri masih terkontraksi namun penurunannya tak sedalam bulan sebelumnya. Misalnya, penerimaan pajak industri pengolahan pada Juni lalu minus 34,4 persen atau membaik dari bulan sebelumnya, minus 45,2 persen.
Hal sama juga terjadi pada industri perdagangan di mana penerimaan pajaknya membaik dari minus 40,7 persen menjadi minus 21,2 persen. Penerimaan pajak sektor jasa keuangan dan asuransi juga membaik dari minus 32,4 persen menjadi minus 11,3 persen. Bahkan, penerimaan pajak sektor transportasi dan pergudangan tumbuh 9,3 persen atau berbanding terbalik dari bulan sebelumnya yang minus 23,1 persen.
Ke depan, Juda juga meyakini kondisi perbankan semakin membaik ditopang oleh masih cukup tingginya likuiditas perbankan. Selain itu, perbaikan kinerja perbankan ditopang oleh program penjaminan pemerintah, dukungan kredit modal kerja, serta kembali meningkatnya permintaan kredit.
Sebelumnya, Juda menengarai risiko resesi mengintai perekonomian Indonesia. Hal itu tecermin dari proyeksi sementara bahwa ekonomi nasional akan tumbuh negatif pada kuartal II dan III secara berturut-turut.
"Forecast-forecast (proyeksi) dari berbagai lembaga bahwa kuartal II ini pertumbuhan ekonomi akan negatif, pertumbuhan di kuartal III kami perkirakan dari BI ada kemungkinan masih negatif," ucap Juda dalam diskusi virtual Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), Kamis (23/7).
Gubernur BI Perry Warjiyo sempat memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II berpotensi minus hingga 4 persen. Pasalnya, kegiatan ekonomi menurun karena pandemi corona. "Perkiraan kami dengan berbagai data yang ada memang menunjukkan kontraksi ekonomi berkisar 4 persen," ujarnya.
Menurut Perry, dampak pandemi baru benar-benar terasa pada April dan Mei 2020. Pada periode tersebut, sejumlah daerah, termasuk DKI Jakarta, menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menekan penyebaran virus corona. (ctr/ndu2/k8)
Sumber: Kaltimpost